Sabtu, 22 Mei 2010

tentang semarang

A. UPACARA ADAT
Menurut Koentjaraningrat (1984:190) pengertian upacara atau ritual atau ceremony adalah sistem aktivitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan.
Di eks karesidenan Semarang ini kami menemukan beberapa upacara adat yang masih dilaksanakan oleh masyarakat. Dalam upacara adat ini, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sesuai dengan tujuan diadakannya upacara tersebut. Ada beberapa upacara adat yang diadakan masyarakat diderah tersebut, antara lain:
1. Upacara Ngekol
Upacara Ngekol yang ada di Desa Bejalen, kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang. Desa Bejalen mempunyai tradisi yang diadakan setiap satu tahun sekali yang disebut ngekol. Ngekol ini diselenggarakan untuk mengenang atau menghormati orang pertama yang telah membuka desa Bejalen, yaitu Mbah Gozali. Beliaulah yang membuka lahan di sekitar rawa pening yang kemudian disebut Desa Bejalen, yang diambil dari nama orang pertama yang tinggal di daerah itu, yaitu mbah Gozali. Tetapi orang-orang di daerah tersebut biasa memanggilnya mbah Gojali, maka tersebutlah desa Bejalen.
Acara ini diadakan pada bulan Dzulhijjah, dan berlangsung selama dua hari. Hari pertama pada malam hari setelah isya’ warga menggelar do’a bersama, yaitu membaca tahlil dan surat yasin. Bertujuan mengirim doa untuk Mbah Gozali. Setelah doa selesai para pemuda menggelar pentas budaya, yang di isi dengan pertunjukan kuda lumping, klotekan lesung, tari pesisiran, dan yang menjadi khas yaitu tari kuda blarak. Baru pada pagi harinya diadakan kirab atau arak-arakan yang diikuti oleh seluruh warga Bejalen.Dalam arak-arakkan itu semua warga Bejalen dengan senang hati mengikuti dari yang tua sampai yang muda. Mereka bersemangat mengikuti arak-arakan. Arak-arakan dimulai dari desa Bejalen sampai ke makam Mbah Gozali, yang jaraknya sekitar 2km.

Yang menjadi khas dari sekian banyak arak-arakan adalah gunungan salak.Karena Bejalen adalah daerah penghasil salak. Yang dibawa saat arak-arakkan selain gunungan salak juga membawa hasil pertanian dan ikan. Karena sebagian besar warga Bejalen bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan disekitar rawa pening. Tumpeng, bunga dan ingkung ayam, dan bermacam-macam buah-buahan juga tidak lupa memeriahkan arak-arakan tersebut.
Setelah arak-arakan sampai di Makam Mbah Gozali, tumpeng dan gunungan dikumpulkan di sekitar makam, warga berkumpul dan sang juru kunci membacakan doa, yaitu tahlil, setelah doa selesai warga langsung berebut malanan dan buah-buahan yang ada di gunungan dan tumpengan karena merela percaya bila berhasil membawa pulang makanan atau buah dari acara ngekol makam Mbah gozali, makanan atau buah-buahan itu akan membawa berkah.

Setelah acara rebutan tumpeng selesai, masih ada satu acara lagi untuk memeriahkan acara ngekol ini yaitu berebut ikan di kolam dengan tangan kosong.biasanya yang mengikuti acara ini anak-anak, namun orang tua juga diperkenankan karena untuk memeriahkan acara.
2. Upacara Merti Dhusun
Masih di kabupaten Semarang, di Desa Keji Kecamatan Ungaran Barat, kami juga menemukan upacara yang hampir serupa dengan yang ada di desa Bejalen yaitu Merti dhusun. Merti dhusun merupakan acara syukuran yang dilakukan warga desa Keji setiap satu tahun sekali. Acara ini biasanya diadakan pada hari Senin kliwon, pada pertengahan tahun. Acara ini diadakan untuk menghormari arwah nenek moyang pembuka dusun keji, yaitu orang pertama yang tinggal di Keji.
Pada saat acara, warga membawa makanan berupa nasi dan lauk pauknya, seperti ayam, sayur tahu, dan kerupuk, serta beberapa jajan pasar dan minuman. Mereka memebawa makanan tersebut ke rumah kepala desa, tempat dimana merti dhusun dilakukan. Setelah itu mereka berdoa bersama-sama, dan setelah doa selesai maka mereka mersama-sama menyantap makanan yang sudah mereka bawa.
3. Upacara Merti Banyu
Di Desa keji juga ada upacara merti banyu, Merti banyu diadakan sebagai selamatan dan rasa syukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan sumber air, sehingga sawah dan ladang tidak pernah kekeringan. Sumber air itu letaknya sekitar lima ratus meter dari ujung utara desa. Masyarakat menyebutnya Tuk watu kumlasa. Acara merti banyu dilakukan setiap setahun sekali. Malam hari sebelun acara dilaksanakan warga desa menggelar doa bersama di salah satu rumah warga. Dan pada pagi harinya merupakan puncak acara yaitu menggelar arak-arakan tumpeng dan makanan dari desa sampai ke sumber air. Sesampainya di sumber air, sang juru kunci melakukan prosese penyembelihan ayam kampong dan setelah ayam di beri doa, ayam dibakar dan dimakan bersana-sama.
4. Upacara Mbangkuningan
Upacara mbangkuningan adalah upacara adat tahunan yang rutin diadakan oleh warga desa Polobogo, kecamatan Getasan, kabupaten semarang. Upacara ini sudah ada sejak tahun 1598 masehi. Saat terjadi perang di keraton Surakarta, salah seorang bangsawan keraton yang bernama Ki Soreng melarikan diri dan sampailah di suatu tempat yang akhirnya disebut polobogo. Polo berarti tanah, dan bogo merarti makanan, karena di daerah tersebut memang subur dan banyak makanan.pada saat Ki Soreng meninggal dunia, ia berpesan supaya dimakamkan di tempat dimana ia bersemedi. Di tempat itu tumbuh pohon besar yang berbunga kuning. Oleh karena itu untuk mengenang Ki Soreng ia diberi julukan Sunan Kuning.dan makamnya disebut sasana langgeng kemuning.
Upacara ini diadakan untuk menghormati dan mengirim doa untuk Kyai Kuning, yaitu leluhur warga desa polobogo. Oleh sebab itulah upacaranya juga disebut mbangkuningan karena untuk menghormati Kyai Kuning. Acara ini dilaksanakan pada bulan rejeb, pada hari Senin Pahing. Mbangkuningan tidak hanya diikuti oleh warga Polobogo saja, tetapi warga dari sekitar kabupaten semarang, bahkan ada yang dating dari Kendal, mereka mengharap berkah dari acara tersebut.
Sehari sebelum upacara dilaksanakan, diadakan kerja bakti warga untuk membersihkan makan sunan kuning dan keluarganya. Dan pada keesokan harinya warga desa menggelar doa di makam dengan membawa nasi, lauk, dan jajan pasar untuk dibawa ke makan guna mengikuti upacara mbangkuningan. Pada zaman dahulu nasi dan lauk berfungsi sebagai sesajen, dan makanan yang sudah di bawa ke makam tidak boleh dibawa pulang kembali oleh yang membawa. Yang boleh membawa adalah orang dari luar desa yang mengikuti acara untuk mengharap berkah. Tetapi sekarang cara seperti itu bsudah diubah seiring dengan berkembangnya agama islam,makna dari membawa nasi dan lauk pauk ini adalah untuk memberi makan orang yang ikut acara mbangkuningan.Dan agar makanan yang sudah dibawa tidak tersisa dan dibawa pulang lagi kerumah, pada acara mbangkuningan sekarang, semua warga yang ikut acara diwajibkan untuk ikut makan bersama-sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar