Jumat, 04 Juni 2010

RAWA PENING LEGEND

Although not nobody knows for sure, since when the legend came out and why the area called Swamp dizziness, linking local communities remains an area of 2670 ha lake with the emergence of a figure that large snakes that are considered sacred. Still according to them, at certain moments the snake to move around the pond to give blessings to people in need. To the extent to honor the legend, a snake-shaped ornament from the large concrete even in pairs at the entrance of this lake.

Pening swamp, so the name was a tourist attraction. Pening marsh is a popular tourist locations in Central Java Province, precisely in the village of Bukit Cinta, Ambarawa District, located 45 km from Semarang. The extent of covering four districts; Ambarawa, Bawen, Tuntang, and Banyubiru. Lake itself is located on the slopes of Mt. Merbabu, Gn. Telomoyo and Gn. Ungaran with a height of 461 masl.
At that time, in an opportunity for us to start from Salatiga, takes only 10 minutes drive. Apparently, the distance Salatiga - Swamp Pening just 5 km. To get there we will go through a little road uphill and winding. Some seem to decorate the house and garden right and left side of the road. Also, do not miss the cold directly ambushed, a sign we are at altitude.
Looks cloudy day, when we arrive at this tourist attraction, at 8.30 am. The desire to explore the lake with an area covering four of these districts also had nevertheless carried out. Because, not so long ago heavy rain falls. If you already like this, will be limited visibility due to fog and rental boat was deserted.
The plan, a brief visit to enjoy the charm of this lake is considered sacred by local people, while a close look at the inhabitants of the area by the local community called 'fish Wader'. It is said that fish eggs are nutritious as the glue to cure broken bones.
A Legend
According to the story that develops in the community, the source of lake water derived from water luberan cabutan former New lidi k-ping.
Once, there lived a boy who due to its miracle in the curse of a wicked witch. As a result, the boy had wounds all over his body with a very sharp odor. The wound would never dry. If you begin to dry, always appear new wounds, caused bruising.
Finally, no one wants to be friends with him. Let alone close together, they reluctantly spoken. Each of them must have passed away. Do not want to touch, for fear of contagion.
This kid started to wander from one place to another to find someone who can cure the illness. Until later in his dreams, he meets a kindly old lady. Later he was the one who could release the evil spell so that he can recover as before.

Finally, nothing in dinyana not think he even arrived in a village that most of the people are very arrogant. Not many poor people in that place. If any, would be expelled or made uncomfortable by a variety of ways.
Hypocrisy of the people of this ward had stirred the conscience a little boy, who later named the New k-ping known. In a lively party, the boy managed to menyellinap entry. But what Surefire, he too must be willing at forcibly expelled because of getting caught.
As he was in drag, he ordered that they would willingly pay attention to those who can not, because they are human too. Just like them. In the treat so he was not so bothered. But the anger began to peak, when dozens of people began to smirk as he spat at him. "Hobgoblin basic, ugly child," as he curses them.
Did not receive treatment, he was immediately plunged a stick-which happened to be there. Then he was furious with the face of an oath, that no one who could lift this stick, except himself.
Can not believe the talk of the boy, each man began trying to pull the stick. But, again, stick-it did not budge from its place. Eventually people began to fear the talk of the boy. "Do-not there will be nothing?" Thought they were.
Sure enough, within a few days, no one who could release the stick. Until finally, he secretly returned to the place and pulled it out. A resident who saw action kebetuan past, directly stunned. He also told the story to other people. Shortly thereafter, the water droplets came out of the hole. More and more, until eventually drown the village and make it into a lake.
It is said that not many people who survived, apart from residents who saw the incident and an elderly widow who kindly gave him a lift. This widow who cared for him too, until miraculously, the disease gradually disappeared.
But the wicked witch, still not received, until at one point, the New k-ping back in the curse. But strangely, this time the curse is not a disease, but instead change his body into a very large snake with a necklace on her neck clanged.
Another version mentions, these snakes are often out of the nest promptly at 0:00 pm. Every time he moves, the clatter of a necklace around her neck always reads; klentang klenting. Finally, this also makes it sound known as the New k-ping.
It is said that fishermen who are trouble because they do not get a fish, would be lucky if the new k-ping pass not far from the place. That has made his presence has become a legend thanks to the most in waiting.

. Legenda Rawa Pening

Walau tak tak ada yang tahu pasti, sejak kapan legenda itu muncul dan mengapa kawasan tersebut di sebut Rawa pening, tetap saja masyarakat setempat mengaitkan telaga seluas 2.670 Ha itu dengan kemunculan sesosok ular besar yang dianggap keramat. Masih menurut mereka, di saat-saat tertentu ular tersebut bergerak mengitari telaga untuk memberi berkah bagi orang-orang yang membutuhkan. Sampai-sampai untuk menghormati legenda tersebut, sebuah ornamen dari beton berbentuk ular besar pun di pasang di pintu masuk telaga ini.

Rawa Pening, demikian nama objek wisata itu. Rawa Pening merupakan lokasi wisata populer di Propinsi Jawa Tengah, tepatnya di Desa Bukit Cinta, Kabupaten Ambarawa, berjarak 45 Km dari Semarang. Luasnya mencakup 4 wilayah kecamatan; Ambarawa, Bawen, Tuntang, dan Banyubiru. Telaga ini sendiri berada di lereng Gn. Merbabu, Gn. Telomoyo dan Gn. Ungaran dengan ketinggian 461 mdpl.
Saat itu, di sebuah kesempatan kami memulainya dari Salatiga, hanya memakan waktu 10 menit berkendara. Rupanya, jarak Salatiga – Rawa Pening cuma 5 Km. Untuk sampai kesana kita akan melalui jalan yang sedikit menanjak dan berkelok-kelok. Beberapa rumah dan kebun tampak menghiasi sisi kanan dan kiri jalan. Selain itu, tak ketinggalan hawa dingin yang langsung menyergap, pertanda kita sedang berada di ketinggian.
Hari tampak mendung, saat kami tiba di objek wisata ini, pukul 8.30 pagi. Keinginan menjelajahi telaga yang luasnya mencakup 4 kecamatan ini pun sempat urung dilaksanakan. Pasalnya, tak lama berselang hujan deras turun. Jika sudah begini, jarak pandang akan terbatas akibat kabut dan penyewaan perahu tampak sepi.
Rencananya, kunjungan singkat ini untuk menikmati pesona telaga yang dianggap sakral oleh penduduk setempat, sembari melihat dari dekat penghuni kawasan yang oleh masyarakat sekitar di sebut ‘ikan wader’. Konon telur ikan ini berkhasiat sebagai obat perekat bagi tulang yang patah.
Sebuah Legenda
Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, sumber air telaga berasal dari luberan air bekas cabutan lidi Baru Klinting.
Alkisah, hiduplah seorang bocah yang karena kesaktiannya di kutuk seorang penyihir jahat. Akibatnya, bocah itu memiliki luka di sekujur tubuh dengan bau yang sangat tajam. Luka itu tak pernah mau kering. Jika mulai kering, selalu saja muncul luka-luka baru, disebabkan memar.
Akhirnya, tak ada seorang pun yang mau bersahabat dengannya. Jangankan berdekatan, bertegur sapa pun mereka enggan. Setiap berpapasan mereka pasti melengos. Tak ingin bersinggungan, karena takut tertular.
Bocah ini pun mulai berkelana dari satu tempat ke tempat lain untuk menemukan seseorang yang mampu menyembuhkan penyakitnya. Hingga kemudian dalam mimpinya, ia bertemu seorang wanita tua yang baik hati. Kelak dialah yang sanggup melepaskan mantera jahat tersebut sehingga ia bisa pulih seperti semula.

Akhirnya, tak dinyana tak di duga, dia pun tiba di sebuah kampung yang kebanyakan orang-orangnya sangat sombong. Tak banyak orang miskin di tempat itu. Kalaupun ada, pasti akan di usir atau dibuat tidak nyaman dengan berbagai cara.
Kemunafikan orang-orang kampung ini mengusik nurani bocah kecil tadi, yang belakangan diketahui bernama Baru Klinting. Dalam sebuah pesta yang meriah, bocah tersebut berhasil menyellinap masuk. Namun apa ayal, ia pun harus rela di usir paksa karena ketahuan.
Saat tengah di seret, ia berpesan agar sudi kiranya mereka memperhatikan orang-orang tak mampu, karena mereka juga manusia. Sama seperti mereka. Di perlakukan begitu ia tak begitu ambil pusing. Namun amarah mulai memuncak, saat puluhan orang mulai mencibir sembari meludahi dirinya. “dasar anak setan, anak buruk rupa”, begitu maki mereka.
Tak terima dengan perlakuan itu, ia pun langsung menancapkan sebatang lidi yang kebetulan ada di sana. Lalu dengan wajah berang ia pun bersumpah, bahwa tak ada seorang pun yang sanggup mengangkat lidi ini, kecuali dirinya.
Tak percaya dengan omongan sang bocah, masing-masing orang mulai mencoba mencabut lidi tersebut. Namun, lagi-lagi, lidi itu tak bergeming dari tempatnya. Hingga akhirnya orang-orang mulai takut dengan omongan si bocah. “Jangan-jangan akan ada apa-apa?” pikir mereka.
Benar saja, dalam beberapa hari, tak ada seorang pun yang sanggup melepas lidi tersebut. Hingga akhirnya, secara diam-diam ia kembali lagi ke tempat itu dan mencabutnya. Seorang warga yang kebetuan lewat melihat aksinya, langsung terperangah. Ia pun menceritakan kisah itu kepada orang-orang yang lain. Tak lama kemudian, tetesan air pun keluar dari lubang tadi. Makin lama makin banyak, hingga akhirnya menenggelamkan kampung tersebut dan membuatnya menjadi telaga.
Konon tak banyak orang yang selamat, selain warga yang melihat kejadian dan seorang janda tua yang berbaik hati memberinya tumpangan. Janda ini pula yang merawatnya, hingga secara ajaib, penyakit tersebut berangsur-angsur hilang.
Namun penyihir jahat, tetap tak terima, hingga di suatu ketika, Baru Klinting kembali di kutuk. Namun aneh, kali ini kutukan bukan berupa penyakit, tapi malah merubah tubuhnya menjadi ular yang sangat besar dengan kalung yang berdentang pada lehernya.
Versi lain menyebutkan, ular ini sering keluar dari sarangnya tepat pukul 00.00 WIB. Setiap ia bergerak, dentingan kalung di lehernya selalu berbunyi; klentang klenting. Akhirnya, bunyi ini pula yang membuatnya di kenal sebagai Baru Klinting.
Konon, nelayan yang sedang kesusahan karena tidak mendapat ikan, pasti akan beruntung jika Baru Klinting lewat tak jauh dari tempatnya. Itu yang membuat legenda kehadirannya telah menjadi semacam berkat yang paling di tunggu-tunggu.